Cut Nya Meutia lahir di Peurelak, Aceh Utara pada tahun 1870. Ia adalah salah satu pahlawan wanita dari tanah Rencong Aceh. Meutia dengan suaminya Teuku Cik Tunong gencar melakukan gerilya terhadap Kolonial Belanda.
Ia terkenal gigih melakukan perlawanan terhadap Belanda, hingga pada bulan Mei 1905, suaminya, Teuku Cik Tunong tewas karena hukuman tembak oleh Belanda. Setelah suaminya tewas, Cut Nyak Meutia sering di bujuk untuk menyerah oleh Belanda, namun ia tetap gigih tidak mau menyerah. Bahkan ia terus melakukan perlawanan yang keras kepada Belanda.
Sepeninggal suaminya, Cut Nyak Meutia menikah dengan Pang Nangru, sahabat suaminya yang juga turut membantu perjuangannya. Tahun 1889, ia melakukan strategi perlawanan dengan membentuk kelompok - kelompok pejuang yang bertugas untuk menyerang patroli - patroli Belanda di pedalaman Aceh.
Strategi ini sangat memusingkan Belanda. Selain wanita yang tangguh, Cut Nyak Meutia juga terkenal cerdik dalam merencanakan strategi perang melawan Belanda. Ia mampu meloloskan diri dari berbagai serangan Belanda, seperti pada pertempuran 26 September 1910.
Pada saat itu suaminya, Pang Nangru, tewas oleh peluru Belanda. Berbekal 13 pucuk senjata api dan 45 pasukan, Meutia dengan ditemani kemenakannya, Raja sabil yang berumur sebelas tahun, meneruskan perlawanan tehadap Belanda.
Pasukan perang Meutia berpindah - pindah, hingga suatu ketika persembunyiannya di kepung Belanda. Meutia tertembak kakinya, tapi tetap pantang menyerah. Ia justru menyerang dengan sebilah pedang, hingga akhirnya tewas ditembus peluru Belanda tahun 1910.
Cut Nyak Meutia pantang menyerah meski didera berbagai kesulitan. Sikapnya itu patut di tiru oleh generasi muda saat ini. Cut Nyak Meutia dianugerahi gelar Pahlawan Perjuangan Kemerdekaan melalui surat keputusan Presiden RI No. 106/1964 pada tanggal 7 Mei 1964.